Kamis, 21 Februari 2013

0 Tafsir dan Kandungan Surah At-Taubah

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 101
وَمِمَّنْ حَوْلَكُمْ مِنَ الْأَعْرَابِ مُنَافِقُونَ وَمِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ مَرَدُوا عَلَى النِّفَاقِ لَا تَعْلَمُهُمْ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ سَنُعَذِّبُهُمْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَى عَذَابٍ عَظِيمٍ (101)
Setelah menyebutkan hal-ihwal ketiga macam golongan orang-orang mukmin yang utama, yakni sahabat-sahabat Rasulullah saw. dalam ayat ini Allah swt. menyebutkan hal-ihwal orang-orang munafik, baik dari kalangan Badui maupun dari kalangan mereka yang bertempat tinggal di kota Madinah sendiri, sehingga terlihatlah dua hal yang sangat berlawanan. Seakan-akan Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian dari orang-orang Badui yang berdiam di sekitar Madinah itu adalah orang-orang yang sangat munafik. Kemunafikan dan kejahatan mereka amat keterlaluan. Demikian pula, sebagian dari penduduk kota Madinah ini pun ada pula yang munafik. Sebab itu berhati-hatilah kamu terhadap mereka."
Menurut keterangan Al-Bagawi, yang dimaksud dengan "kaum munafik Badui yang tinggal di sekitar kota Madinah" itu ialah mereka yang berasal dari Bani Muzainah, Bani Juhainah, Bani Asyja', Bani Aslam dan Bani Gifar. Sedang yang dimaksudkan dengan "kaum munafik di kalangan penduduk kota Madinah sendiri" ialah orang-orang munafik yang berasal dari Bani Aus dan Khazraj. Mereka ini sangat keterlaluan, dan sangat pandai menyembunyikan kemunafikan itu, sehingga sulit untuk diketahui oleh Rasulullah dan kaum Muslimin umumnya. Mereka ini tidak dapat diharapkan untuk kembali kepada keimanan yang sesungguhnya. Namun demikian, Allah swt. senantiasa mengetahui mereka ini, dan Dia akan menimpakan azab kepada mereka dua kali, yaitu kesengsaraan dan penderitaan batin di dunia ini serta pedihnya kematian. Sesudah itu, di akhirat mereka akan dilemparkan ke dalam azab yang dahsyat dalam neraka Jahanam pada bahagian yang paling bawah.
Dapat disimpulkan, bahwa kaum munafik itu ada dua macam: Pertama ialah orang-orang yang dapat diketahui kemunafikan mereka dari sikap, perbuatan dan ucapan-ucapan mereka. Kedua ialah mereka yang sangat pandai dalam menyembunyikan kemunafikan itu, sehingga sukar untuk diketahui.
Dan dua macam golongan munafik itu selalu ada sepanjang masa, apalagi kemunafikan dalam bidang politik. Mereka ini rela menjadi kaki tangan bangsa asing untuk membinasakan bangsa, negara dan agama mereka sendiri. Hal ini memerlukan kewaspadaan kita setiap saat. Mereka ini sering berpura-pura sebagai pahlawan pembela agama Islam, akan tetapi mereka senantiasa mencari kesempatan untuk menghancurkan agama dan umatnya dari dalam dengan menggunakan tipu muslihat yang beraneka ragam cara.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 101
وَمِمَّنْ حَوْلَكُمْ مِنَ الْأَعْرَابِ مُنَافِقُونَ وَمِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ مَرَدُوا عَلَى النِّفَاقِ لَا تَعْلَمُهُمْ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ سَنُعَذِّبُهُمْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَى عَذَابٍ عَظِيمٍ (101)
(Di antara orang-orang yang di sekeliling kalian) hai penduduk Madinah (dari kalangan orang-orang Arab badui ada orang-orang munafik) seperti orang-orang kabilah Aslam, kabilah Asyja` dan kabilah Ghiffar (dan juga di antara penduduk Madinah) ada orang-orang munafik pula. (Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya) artinya kemunafikan mereka telah mendalam dan sudah mengakar di hati mereka. (Kamu tidak mengetahui mereka) hai Muhammad (tetapi Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali) dengan terungkapnya kemunafikan mereka, atau dibunuh di dunia dan disiksa di alam kubur (kemudian mereka akan dikembalikan) di akhirat nanti (kepada azab yang besar) yaitu siksa neraka.

102Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampur baurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. 9:102)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 102
وَآخَرُونَ اعْتَرَفُوا بِذُنُوبِهِمْ خَلَطُوا عَمَلًا صَالِحًا وَآخَرَ سَيِّئًا عَسَى اللَّهُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (102)
Dalam ayat ini dijelaskan suatu macam golongan yang lain, di antara orang-orang yang ada di sekitar Rasulullah ketika itu, baik dari kalangan Badui atau pun dari penduduk Madinah. Tetapi golongan ini tidak termasuk golongan munafik atau pun As-Sabiqunal Awwalun dan tidak pula termasuk golongan "orang-orang yang mengikuti dengan baik jejak As-Sabiqunal Awwalun". Mereka ini adalah orang-orang mukmin yang berdosa dan mereka mengakui dengan jujur dosa-dosa mereka. Mereka ini telah mencampur-adukkan antara perbuatan-perbuatan yang baik dengan perbuatan-perbuatan yang buruk, sehingga perbuatan mereka itu tidak seluruhnya baik dan tidak pula seluruhnya buruk.
Dengan demikian mereka ini tidak merupakan orang-orang saleh yang murni, dan tidak pula termasuk golongan yang fasik atau munafik, karena dalam kenyataannya mereka suka berbuat yang baik tetapi sering pula berbuat jelek.
Di antara keburukan mereka ialah tidak ikutnya mereka ke perang Tabuk bersama kaum Muslimin lainnya padahal mereka tidak mempunyai uzur yang benar karena mereka bukanlah orang-orang yang lemah atau sakit dan mereka tidak pula mengemukakan alasan-alasan yang bohong seperti yang dilakukan oleh kaum munafik dan tidak pula minta izin seperti yang dilakukan orang-orang yang ragu-ragu. Akan tetapi mereka itu menyadari kesalahan itu pada saat mereka mangkir dari peperangan itu dan hati mereka takut kepada Allah swt. Dengan demikian di satu pihak mereka tidak mau melakukan kewajiban dan di pihak lain mereka menyadari kesalahan serta merasa takut kepada Allah swt.
Selanjutnya dalam ayat ini diterangkan bahwa golongan ini masih mempunyai harapan bahwa tobat mereka akan diterima Allah swt. Tobat mereka adalah kunci untuk memperoleh keampunan dan rahmat-Nya. Dan tobat yang benar hanya dapat dicapai bila seseorang telah mengetahui keburukan dosa serta akibatnya dan timbullah rasa takut ketika mengingat kemurkaan Allah serta siksaan-Nya kemudian timbullah keinginan berdaya upaya untuk membersihkan diri dari segala hal yang menimbulkan dosa di samping itu timbullah niat dan tekad yang kuat untuk tidak kembali kepada perbuatan itu dan berusaha keras melakukan kebajikan-kebajikan untuk menghapuskan dosa-dosa yang telah terjadi dan akibat-akibatnya yang buruk bagi masyarakat serta bekas-bekas yang melekat pada diri sendiri.
Pada akhir ayat ini dijelaskan alasan tentang adanya harapan bagi golongan ini bahwa tobat mereka akan diterima Allah swt., yaitu karena sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun kepada hamba-Nya yang mau bertobat dengan sebenar-benarnya dan Allah adalah Maha Penyayang kepada hamba-Nya yang mau berbuat kebajikan.
Menurut suatu riwayat, ayat ini diturunkan sehubungan dengan peristiwa enam orang muslimin yang sengaja mangkir dari perang Tabuk. Mereka itu adalah Abu Lubabah, Aus bin Khazzam, Saklabah bin Wadiah, Kaab bin Malik, Murarah bin Rabi` dan Hilal bin Umayyah. Kemudian setelah menginsafi kesalahan mereka, maka tiga orang di antaranya, yaitu Abu Lubabah, Aus dan Sa`labah datang ke mesjid membawa harta benda mereka lalu mereka mengikatkan diri pada tiang-tiang mesjid serta bertekad bahwa hanya Rasulullah yang akan melepaskan mereka dari ikatan itu. Sedang harta benda tersebut mereka maksudkan untuk diserahkan kepada Rasulullah untuk beliau bagikan kepada yang berhak menerimanya sebagai sedekah untuk menebus kesalahan mereka. Setelah hal itu disampaikan kepada Rasulullah saw. maka beliau bersabda, "Saya tidak akan melepaskan mereka dari ikatan itu sampai datangnya ketentuan dari Allah." Maka turunlah ayat ini. Rasulullah lalu membuka tali pengikat yang mengikatkan mereka di tiang itu.
Ibnu Kasir, seorang ahli tafsir berkata: "Walaupun ayat ini turun mengenai orang-orang tertentu namun isinya tetap berlaku untuk umum, mencakup semua orang-orang yang berdosa yang mencampur-adukkan antara perbuatan yang baik dan yang buruk kemudian menginsafi kesalahan mereka serta melakukan tobat kepada Allah dengan cara yang sebaik-baiknya.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 102
وَآخَرُونَ اعْتَرَفُوا بِذُنُوبِهِمْ خَلَطُوا عَمَلًا صَالِحًا وَآخَرَ سَيِّئًا عَسَى اللَّهُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (102)
(Dan) ada pula suatu kaum (yang lain) lafal ayat ini menjadi mubtada (mereka mengakui dosa-dosa mereka) karena tidak ikut berangkat ke medan perang. Lafal ayat ini menjadi khabarnya (mereka mencampur-baurkan pekerjaan yang baik) yaitu jihad yang telah mereka lakukan sebelum peristiwa ini atau pengakuan mereka atas dosa-dosa yang telah mereka lakukan; atau dosa-dosa yang lainnya (dengan pekerjaan lain yang buruk) yaitu ketidakikutan mereka dalam berjihad kali ini. (Mudah-mudahan Allah menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang). Ayat ini diturunkan berkenaan dengan apa yang dilakukan oleh Abu Lubabah dan segolongan orang-orang lainnya. Mereka mengikatkan diri mereka di tiang-tiang mesjid, hal ini mereka lakukan ketika mereka mendengar firman Allah swt. yang diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang tidak berangkat berjihad, sedangkan mereka tidak ikut berangkat. Lalu mereka bersumpah bahwa ikatan mereka itu tidak akan dibuka melainkan oleh Nabi saw. sendiri. Kemudian setelah ayat ini diturunkan Nabi saw. melepaskan ikatan mereka. 

103Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS. 9:103)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 103
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (103)
Menurut riwayat Ibnu Jarir bahwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya yang mengikatkan diri di tiang-tiang mesjid datang kepada Rasulullah saw. seraya berkata: "Ya Rasulullah, inilah harta benda kami yang merintangi kami untuk turut berperang. Ambillah harta itu dan bagi-bagikanlah, serta mohonkanlah ampun untuk kami atas kesalahan kami." Rasulullah menjawab: "Aku belum diperintahkan untuk menerima hartamu itu." Maka turunlah ayat ini. Perintah Allah swt. pada permulaan ayat ini ditujukan kepada Rasul-Nya, yaitu agar Rasulullah saw. mengambil sebagian dari harta benda mereka itu sebagai sedekah atau zakat untuk menjadi bukti tentang benarnya tobat mereka, karena sedekah atau zakat tersebut akan membersihkan diri mereka dari dosa yang timbul karena mangkirnya mereka dari peperangan dan untuk menyucikan dari mereka dari sifat "cinta harta" yang mendorong mereka untuk mangkir dari peperangan itu. Selain itu sedekah atau zakat tersebut akan membersihkan diri mereka pula dari semua sifat-sifat jelek yang timbul karena harta benda, seperti kikir, tamak, dengki, dan sebagainya.
Di samping itu juga dapat dikatakan, bahwa penunaian zakat adalah juga membersihkan harta benda yang tinggal sebab pada harta benda seseorang ada hak orang lain, yaitu orang-orang yang oleh agama Islam telah ditentukan sebagai orang-orang yang berhak menerima zakat. Selama zakat itu belum dibayarkan oleh pemilik harta tersebut, maka selama itu pula harta bendanya tetap bercampur dengan hak orang lain yang haram untuk dimakannya. Akan tetapi, bila ia mengeluarkan zakat dari hartanya itu, maka bersihlah harta tersebut dari hak orang lain.
Juga terkandung suatu pengertian, bahwa menunaikan zakat itu akan menyebabkan timbulnya keberkatan pada harta yang masih tinggal, sehingga ia tumbuh dan berkembang biak. Sebaliknya bila zakat itu tidak dikeluarkan, maka harta benda seseorang tidak akan memperoleh keberkatan dan tidak akan berkembang biak dengan baik, bahkan kemungkinan akan ditimpa malapetaka dan menyusut sehingga lenyap sama sekali dari tangan pemiliknya sebagai hukuman Allah swt. terhadap pemiliknya.
Perlu diketahui, bahwa walaupun perintah Allah swt. dalam ayat ini pada lahirnya ditujukan kepada Rasul-Nya dan turunnya ayat ini ialah berkenaan dengan peristiwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya namun ia juga berlaku terhadap semua pemimpin atau penguasa dalam setiap masyarakat kaum Muslimin untuk melaksanakan perintah Allah dalam masalah zakat ini, yaitu untuk menunggu zakat tersebut dari orang-orang Islam yang wajib berzakat dan kemudian membagi-bagikan zakat itu kepada yang berhak menerimanya. Dengan demikian, maka zakat akan dapat memenuhi fungsinya sebagai sarana yang efektif untuk membina kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya dalam ayat ini Allah swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya dan juga kepada setiap pemimpin dan penguasa dalam masyarakat agar setelah melakukan pemungutan dan pembagian zakat itu, mereka berdoa kepada Allah bagi keselamatan dan kebahagiaan pembayar zakat karena doa tersebut akan menenangkan jiwa mereka, dan akan menenteramkan hati mereka, serta menimbulkan kepercayaan dalam hati mereka bahwa Allah swt. benar-benar telah menerima tobat mereka.
Pada akhir ayat ini diterangkan bahwa Allah swt. Maha Mendengar setiap ucapan hamba-Nya, antara lain ucapan pengakuan dosa serta ucapan doa. Dan Allah Maha Mengetahui semua yang tersimpan dalam hati sanubari hamba-Nya antara lain ialah rasa penyesalan dan kegelisahan yang timbul karena kesadaran atas kesalahan yang telah diperbuatnya.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 103
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (103)
(Ambillah sedekah dari sebagian harta mereka, dengan sedekah itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka) dari dosa-dosa mereka, maka Nabi saw. mengambil sepertiga harta mereka kemudian menyedekahkannya (dan berdoalah untuk mereka). (Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketenangan jiwa) rahmat (bagi mereka) menurut suatu pendapat yang dimaksud dengan sakanun ialah ketenangan batin lantaran tobat mereka diterima. (Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui).

104Tidakkah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?(QS. 9:104)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 104
أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (104)
Dengan ayat ini Allah swt. memberikan dorongan kepada hamba-Nya yang telah menyadari kesalahannya untuk bertobat dan bersedekah guna menghapuskan dosa-dosa mereka. Selain itu ayat ini juga menegaskan, bahwa siapa pun yang bertobat kepada Allah maka Dia akan menerima tobatnya dan siapa yang bersedekah dengan ikhlas maka Allah akan menerima sedekah itu sebagai amal salehnya dan akan memberinya ganjaran pahala.
Ayat ini berbentuk suatu kalimat pertanyaan. Tetapi bangsa Arab telah biasa mengemukakan kalimat yang berbentuk pertanyaan itu untuk menetapkan dan memberikan tekanan tentang sesuatu pengertian yang dalam hubungannya ia adalah kepastian bahwa Allah swt. benar-benar akan menerima tobat orang-orang yang insaf, juga akan menerima sedekah yang mereka berikan karena mengharapkan rida Allah semata-mata untuk menghapuskan dosa-dosa yang sudah telanjur mereka perbuat.
Di samping itu, ayat tersebut juga merupakan celaan keras terhadap orang-orang yang bersalah tetapi tidak mengakui kesalahan mereka, tidak mau bertobat dan tidak berbuat, dan tidak mau berbuat kebajikan dan amal saleh untuk menghapuskan dosa-dosa yang telah mereka perbuat.
Pada akhir ayat ini Allah swt. menegaskan pula bahwa Dialah yang Maha Penerima tobat dan yang Maha Pengasih terhadap hamba-Nya. Oleh sebab itu, maka Allah senantiasa akan menerima tobat hamba-Nya karena sifat tersebut merupakan sifat yang tetap bagi-Nya, dan menjadi sunah yang berlaku selama-lamanya. Dan Dia senantiasa mengasihi hamba-Nya. Oleh sebab itu Dia akan mengampuni dosa-dosa hamba-hamba-Nya, dan menerima amal saleh yang mereka kerjakan, serta memberi balasan yang setimpal.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 104
أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (104)
(Tidakkah mereka mengetahui bahwasanya Allah menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan mengambil) maksudnya menerima (zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima tobat) hamba-hamba-Nya, yakni dengan menerima tobat mereka (lagi Maha Penyayang) kepada mereka. Kata tanya pada awal ayat ini bermakna taqrir; pengertian yang dimaksud ialah untuk menggugah mereka agar mau bertobat dan berzakat atau bersedekah.

105Dan katakanlah: `Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan`.(QS. 9:105)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 105
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (105)
Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar beliau mengatakan kepada kaum muslimin yang mau bertobat dan membersihkan diri dari dosa-dosa dengan cara bersedekah dan mengeluarkan zakat, agar mereka melakukan amal-amal saleh sebanyak mungkin. Di samping itu Allah swt. juga memerintahkan kepada Rasul-Nya agar menyampaikan kepada mereka, bahwa apabila mereka telah melakukan amal-amal saleh tersebut maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin lainnya akan melihat dan menilai amal-amal tersebut. Akhirnya mereka akan dikembalikan-Nya ke alam akhirat, akan diberikannya kepada mereka ganjaran atas amal-amal yang telah mereka lakukan selama hidup di dunia. Kepada mereka dianjurkan agar tidak hanya merasa cukup dengan melakukan tobat, zakat, sedekah dan salat semata-mata melainkan haruslah mereka mengerjakan semua apa yang diperintahkan kepada mereka. Allah akan melihat amal-amal yang mereka lakukan itu sehingga mereka semakin dekat kepada-Nya. Rasulullah juga akan melihat amal-amal tersebut disebabkan doa restu beliau untuk mereka akan semakin bertambah pula amal-amal kebajikan itu sehingga mereka pun akan mengikuti dan mencontohnya pula, sedang Allah swt. memberikan pahala yang berlipat ganda bagi mereka yang dicontoh tanpa mengurangi pahala mereka yang mencontoh.
Sebagaimana diketahui, kaum Muslimin akan menjadi saksi di hadapan Allah pada hari kiamat mengenai iman dan amalan dari sesama kaum Muslimin. Dan persaksian yang didasarkan atas penglihatan mata kepala sendiri adalah lebih kuat dan lebih dapat dipercaya. Oleh sebab itu, kaum Muslimin yang melihat amal kebajikan yang dilakukan oleh mereka yang insaf dan bertobat kepada Allah, tentulah akan menjadi saksi yang kuat di hari kiamat, tentang benarnya iman, tobat dan amal saleh mereka itu.
Di samping itu, ayat ini pun berisi peringatan keras terhadap orang-orang yang menyalahi perintah-perintah agama, bahwa amal mereka itu pun nantinya akan diperlihatkan pula kepada rasul dan kaum Muslimin lainnya kelak di hari kiamat. Dan dengan demikian akan tersingkaplah aib mereka karena akan ternyata bahwa amal-amal kebajikan mereka adalah amat sedikit, dan sebaliknya dosa dari kejahatan-kejahatan yang mereka lakukan lebih banyak. Bahkan di dunia ini pun akan diperlihatkan pula kurangnya amal saleh mereka dan banyaknya kejahatan yang mereka lakukan. Bahkan dalam suatu riwayat disebutkan pula bahwa amalan orang-orang yang hidup dipertontonkan kepada orang-orang yang telah mati, yaitu dari kalangan kaum keluarga dan sanak famili yang ada di alam barzakh.
Dengan wafatnya seseorang maka ia dikembalikan ke alam akhirat. Di sana Allah akan memberitahukan kepada setiap orang tentang hasil dari perbuatan-perbuatan yang telah dilakukannya selagi ia di dunia dengan cara memberikan balasan terhadap amal mereka. Kebaikan dibalas dengan kebaikan, dan kejahatan dibalas dengan azab dan siksa.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 105
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (105)
(Dan katakanlah) kepada mereka atau kepada manusia secara umum ("Bekerjalah kalian) sesuka hati kalian (maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaan kalian itu dan kalian akan dikembalikan) melalui dibangkitkan dari kubur (kepada Yang Mengetahui alam gaib dan alam nyata) yakni Allah (lalu diberikan-Nya kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan.") lalu Dia akan membalasnya kepada kalian.

106Dan ada (pula) orang-orang lain yang ditangguhkan sampai ada keputusan Allah; adakalanya Allah akan mengazab mereka dan adakalanya Allah akan menerima taubat mereka. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS. 9:106)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 106
وَآخَرُونَ مُرْجَوْنَ لِأَمْرِ اللَّهِ إِمَّا يُعَذِّبُهُمْ وَإِمَّا يَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (106)
Yang dimaksudkan dalam ayat ini ialah tiga orang di antara mereka yang tidak ikut berperang dan tobat mereka ditangguhkan, yaitu Murrah bin Rabi`, Kaab bin Malik dan Hilal bin Umayyah. Mereka termasuk orang-orang yang mangkir dari peperangan Tabuk dan duduk bermalas-malasan sambil menikmati hash panen mereka dan berteduh di bawah naungan pepohonan. Adapun tiga orang di antara teman-teman mereka segera bertobat dan mengikatkan diri di tiang-tiang mesjid dengan maksud agar Rasulullah akan melepaskan mereka dari ikatan itu. Mereka juga menyerahkan sejumlah harta benda mereka kepada Rasulullah untuk dibagi-bagikan sebagai sedekah untuk membersihkan diri mereka dari dosa, dan untuk memperkuat pernyataan tobat mereka itu. Kemudian Allah swt. telah menegaskan diterimanya tobat mereka ini seperti yang disebutkan pada ayat-ayat yang telah lalu akan tetapi Murarah dan kawan-kawannya ini tidak melakukan tobat dengan segera. Oleh sebab itu Allah swt. juga belum memberikan penegasan tentang diterimanya tobat mereka sampai turunnya ayat-ayat tobat yang berbunyi:

لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ إِنَّهُ بِهِمْ رَءُوفٌ رَحِيمٌ وَعَلَى الثَّلَاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلَّا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Artinya:
Sesungguhnya Allah telah menerima tobat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Ansar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima tobat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka. Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan tobat) mereka hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima tobat mereka agar mereka tetap dalam tobatnya. Sesungguhnya Allahlah Yang Maha Penerima tobat dan Maha Penyayang kepada mereka.
(Q.S. At Taubah: 117, 118)
Mereka yang bertiga ini tidak ke medan perang bersama Rasulullah saw. padahal dalam hati mereka ada keinginan untuk menggabungkan diri akan tetapi hal itu tidak dapat mereka lakukan, dan kemangkiran mereka itu tidaklah timbul dari sifat kemunafikan. Setelah Rasulullah saw. kembali dari medan perang, mereka berkata kepadanya: "Kami tidak mempunyai halangan apa-apa. Kemangkiran kami adalah merupakan kesalahan semata-mata." Dan mereka tidak menyatakan permintaan maaf atas kesalahan itu. Mereka tidak melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Abu Lubabah dan kawan-kawannya.
Karena adanya penegasan Allah swt. dalam ayat ini bahwa tobat mereka itu ditangguhkan, maka Rasulullah saw. melarang kaum Muslimin lainnya untuk bergaul dan duduk bersama mereka. Dan Rasulullah saw. juga memerintahkan kepada mereka bertiga ini untuk menjauhi istri-istri mereka, dan menyuruh istri-istri tersebut kembali kepada keluarga mereka sampai turunnya firman Allah yang menegaskan diterimanya tobat mereka seperti tersebut di atas.
Penangguhan tersebut mengandung dua kemungkinan, apakah Allah akan mengazab mereka ataukah Dia akan menerima tobat mereka bila mereka bertobat. Dengan demikian, baik mereka atau pun orang-orang lain tidak mengetahui apa yang akan terjadi pada diri mereka. Apakah tobat mereka ada gunanya sehingga Allah sudi menerima tobat mereka sebagaimana yang terjadi pada kawan-kawan mereka yang telah bertobat dan mengakui kesalahan mereka? Ataukah Allah akan menimpakan azab kepada mereka di dunia dan di akhirat kelak sebagaimana yang ditetapkan-Nya terhadap orang-orang yang tidak ikut berperang karena kemunafikan mereka?
Penangguhan ini mengandung hikmah supaya dalam hati mereka timbul rasa kegelisahan dan kesedihan, lalu kemudian mereka bertobat dengan sungguh hati. Di samping itu agar Rasulullah saw. dan kaum muslimin lainnya senantiasa menjauhi dan mengasingkan mereka ini sebagai pelajaran terhadap mereka bahwa setiap orang yang hanya mementingkan kesenangan diri sendiri dan tidak mempedulikan kepentingan umum, serta ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta patut mendapat pelajaran. Sedang jihad adalah untuk menjunjung tinggi agama Allah serta menangkis serangan dari orang-orang yang memusuhi agama Islam, tidaklah patut untuk dijadikan teman dalam pergaulan.
Pada akhir ayat ini ditegaskan bahwa Allah swt. Maha Mengetahui apa-apa yang dapat memperbaiki keadaan hamba-Nya, dan Dia mendidik serta membersihkan hamba-Nya dari segala keburukan, baik secara perorangan maupun berkelompok. Dan Allah Maha Bijaksana dalam menetapkan hukum-hukum-Nya yang jelas bermanfaat bagi mereka dalam perbaikan dan peningkatan diri, apabila benar-benar mereka menaati peraturan dan hukum-hukum yang telah ditetapkannya. Dan salah satu dari kebijaksanaan Allah ialah penangguhan adanya ketegasan diterima atau tidaknya tobat mereka ini, hal tersebut bila dibaca atau didengar berulang kali oleh orang-orang mukmin lainnya niscaya akan menimbulkan ketakutan dalam hati mereka untuk berbuat semacam itu. Sudah barang tentu, hal ini merupakan suatu macam pendidikan dan pelajaran yang baik bagi umat seluruhnya lebih-lebih bagi mereka yang bersangkutan.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 106
وَآخَرُونَ مُرْجَوْنَ لِأَمْرِ اللَّهِ إِمَّا يُعَذِّبُهُمْ وَإِمَّا يَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (106)
(Dan ada pula orang-orang lain) di antara orang-orang yang tidak berangkat ke medan perang (yang ditangguhkan) dapat dibaca murjauna dan dapat pula dibaca murja'uuna; artinya tobat mereka ditangguhkan (sampai ada keputusan Allah) tentang perihal mereka sesuai dengan kehendak-Nya (adakalanya Allah akan mengazab mereka) seumpamanya mereka dimatikan oleh Allah tanpa sempat bertobat (dan adakalanya Allah akan menerima tobat mereka. Dan Allah Maha Mengetahui) tentang makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) di dalam melakukan apa yang harus Ia lakukan terhadap mereka. Yang dimaksud dengan mereka ialah ketiga orang yang kedatangannya kepada Nabi saw. telah disebutkan tadi, mereka adalah Murarah bin Rabi', Kaab bin Malik dan Hilal bin Umayyah. Mereka tidak berangkat ke medan perang hanya karena malas dan cenderung kepada hidup yang serba santai dan enak, bukannya karena munafik. Dan mereka tidak mengemukakan uzurnya (alasannya) kepada Nabi saw. seperti halnya yang dilakukan oleh orang-orang lain. Akhirnya perihal mereka ditangguhkan selama lima puluh hari, selama itu mereka hidup diasingkan oleh semuanya sehingga turunlah ayat yang menjelaskan diterimanya tobat mereka.

107Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan mesjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin) dan karena kekafiran (nya), dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah: `Kami tidak menghendaki selain kebaikan.` Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya).(QS. 9:107)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 107
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَى وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (107)
Dalam riwayat mengenai sebab turunnya ayat-ayat ini disebutkan bahwa di Madinah sebelum Rasulullah berhijrah ke sana ada seorang lelaki bernama Amir Rahib dari suku Khazraj. Dia pernah menganut agama Nasrani dan mengajarkan ilmu-ilmu ahlul kitab serta mempunyai kedudukan yang penting dalam kalangan mereka. Setelah Rasulullah saw. berhijrah ke Madinah dan memperoleh pengikut yang banyak dari penduduk Madinah itu, sehingga kaum Muslimin telah menjadi kuat, dan Allah telah memenangkannya terhadap kaum musyrik, maka Abu Amir keluar dari kota Madinah melarikan diri ke Mekah. Ia membujuk kaum musyrikin untuk mencederai Rasulullah dalam perang Uhud. Bahkan ia berpidato kepada kaumnya yang terdiri dari orang-orang Ansar supaya mereka berpihak kepadanya. Akan tetapi kaumnya ini menolak dengan tandas. Dan setelah peperangan itu selesai, maka Abu Amir melarikan diri serta meminta perlindungan kepada Heracleus, raja Romawi. Dia meminta bantuan kepada raja tersebut untuk memerangi Rasulullah dan kaum Muslimin. Raja tersebut mengabulkan permintaannya, serta menjanjikan kepadanya untuk memberikan bantuan. Abu Amir lalu berkirim surat kepada sekelompok kaumnya yang terdiri dari orang-orang munafik mengabarkan kepada mereka bahwa ia akan datang membawa pasukan untuk memerangi dan mengalahkan Nabi Muhammad saw., dan ia memerintahkan agar mereka membuat sebuah benteng sebagai tempat perlindungan bagi orang-orangnya yang nanti akan datang kepada mereka dengan membawa surat-suratnya; dan tempat itu kelak akan digunakannya sebagai kubu pertahanan apabila nantinya ia datang kepada mereka. Maka mulailah para pengikutnya itu membangun sebuah mesjid yang berdekatan letaknya dengan mesjid Quba. Mereka membuat bangunan itu sedemikian rupa kokohnya dan selesai mereka kerjakan sebelum berangkatnya Rasulullah ke peperangan Tabuk. Mereka datang kepada Rasulullah saw. dan meminta agar beliau salat di mesjid tersebut sebagai tanda bahwa beliau merestui pembangunan mesjid itu. Mereka menyebutkan kepada Rasulullah saw. bahwa bangunan tersebut mereka dirikan hanyalah semata-mata untuk menampung orang-orang lemah di antara mereka dan orang-orang yang menderita sakit pada malam-malam musim dingin. Untunglah pada saat itu Rasulullah mendapat perlindungan dari Allah SWT. sehingga beliau terhindar dari tipu daya orang-orang munafik itu dan tidak salat di tempat itu. Rasulullah menjawab tawaran mereka untuk salat dalam mesjid tersebut dengan katanya: "Kami sekarang ini sedang dalam perjalanan; Insya Allah nanti sajalah bila kami pulang dari peperangan."
Pada waktu Rasulullah dalam perjalanan pulang ke Madinah dari peperangan Tabuk, dan berada pada jarak sehari perjalanan atau kurang, dari tempat berdirinya bangunan itu, turunlah malaikat Jibril memberitahukan kepada Rasulullah mengenai mesjid celaka yang dibangun oleh para pendirinya dengan maksud untuk memecah belah kaum muslimin yang beribadah di mesjid Quba yang didirikan sejak semula atas dasar ketakwaan kepada Allah semata-mata. Setelah mendapat pemberitahuan itu, maka Rasulullah saw. mengirim orang-orang untuk meruntuhkan dan membakar bangunan itu sebelum beliau sendiri sampai ke Madinah. Maka mereka melaksanakan perintah Rasulullah itu, sehingga bangunan tersebut dijadikan tempat pembuangan sampah.
Diriwayatkan, bahwa orang-orang yang mendirikan bangunan tersebut dan menjadikannya sebagai mesjid adalah terdiri dari dua belas orang dari kalangan kaum munafik suku Aus dan Khazraj. Dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan maksud-maksud mereka mendirikan mesjid tersebut yaitu:
1. Untuk mencelakakan orang-orang mukmin yang biasa beribadah di mesjid Quba, yaitu mesjid yang dibangun Rasulullah saw. ketika beliau berhijrah dari Mekah sebelum sampai ke Madinah.
2. Untuk memperkuat kekafiran dan untuk memberikan fasilitas dalam melakukan kekafiran itu, antara lain memungkinkan kaum munafik meninggalkan salat dengan sembunyi-sembunyi dalam bangunan yang mereka dirikan itu sehingga kaum Muslimin tak dapat mengetahuinya, karena mereka tidak lagi bersama-sama melakukan ibadat di mesjid Quba. Selain itu, adanya bangunan tersebut juga memungkinkan bagi mereka untuk mengadakan perundingan secara bebas dalam melakukan makar terhadap Rasulullah saw.
3. Untuk memecah belah antara kaum Muslimin yang berdiam di daerah itu. Sebab dulunya mereka semua salat di mesjid Quba sehingga dapatlah mereka senantiasa berjumpa dan saling mengenal, bergotong-royong, serta mencapai kesepakatan dan kesatuan dalam berbagai masalah. Justru inilah tujuan yang terpenting dalam bidang kemasyarakatan. Oleh sebab itu adalah suatu keharusan bagi kaum Muslimin yang bertempat tinggal di daerah tertentu agar semuanya melakukan salat Jumat di satu mesjid selama hal itu dapat dilakukan. Tetapi apabila mereka dengan hal sengaja berpisah-pisah dalam melakukan salat Jumat itu padahal mereka dapat berkumpul dalam satu mesjid saja, maka mereka berdosa karena berbuat demikian.
Dari sini dapatlah diketahui bahwa mendirikan mesjid yang baru hanyalah dapat dipandang sebagai amal kebajikan yang diterima Allah swt. bila hal itu memang benar-benar sudah diperlukan, misalnya karena mesjid yang lama sudah rusak, atau sudah tidak dapat menampung jumlah kaum muslimin yang semakin besar, dan bukan didirikan untuk maksud memecah belah antara kaum muslimin. Oleh sebab itu pembangunan mesjid-mesjid yang banyak jumlahnya dan saling berdekatan letaknya, dan hanya didorong oleh rasa riya' dan kebanggaan pribadi atau pun golongan, tidaklah dibenarkan oleh agama kita.
4. Untuk memberikan perlindungan serta bantuan kepada orang-orang yang telah binasa memerangi agama Allah sehingga apabila mereka datang ke tempat itu niscaya mereka sudah mendapatkan tempat perlindungan yang aman, memperoleh sekutu dan para penyokong untuk bersama-sama memerangi Rasulullah dan kaum Muslimin. Mereka ini adalah kaum musyrik dan munafik yang dengan sengaja mendirikan bangunan itu sebagai kubu pertahanan mereka-mereka untuk memecah belah dan memerangi umat Islam.
Dalam ayat ini selanjutnya diterangkan, bahwa orang-orang munafik itu bersumpah untuk memperkuat ucapan mereka, bahwa bangunan itu mereka dirikan hanyalah semata-mata untuk memperoleh kebaikan misalnya untuk memudahkan bagi orang-orang yang lemah melakukan salat Jumat dekat dari tempat tinggal mereka dan sebagainya. Akan tetapi sumpah tersebut hanyalah untuk menyelimuti maksud-maksud jahat yang tersimpan dalam hati mereka.
Pada akhir ayat tersebut Allah swt. menegaskan, bahwa Dia menyaksikan mereka itu adalah orang-orang yang benar-benar pendusta.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 107
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَى وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (107)
(Dan) di antara mereka yang munafik itu (ada orang-orang yang mendirikan mesjid) jumlah mereka ada dua belas orang, semuanya orang-orang munafik (untuk menimbulkan kemudaratan) kepada orang-orang mukmin di mesjid Quba (dan karena kekafiran) karena mereka membangun mesjid itu berdasarkan perintah dari Abu Amir seorang rahib, dimaksud supaya menjadi basis pangkalan baginya dan bagi orang-orang yang berpihak kepadanya. Sedang ia (Amir) pergi untuk mendatangkan bala tentara Kaisar Romawi guna memerangi Nabi saw. (dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin) yang biasa salat di mesjid Quba, diharapkan sebagian dari orang-orang mukmin melakukan salat di mesjid mereka (serta menjadi tempat pemantauan) yakni tempat untuk memantau (bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu) sebelum mesjid dhirar ini dibangun; yang dimaksud adalah Abu Amir tadi dan para pembantunya. (Mereka sesungguhnya bersumpah, "Tiada lain) (kami menghendaki) dari pembangunan mesjid ini (hanyalah) untuk pekerjaan (yang baik semata.") yaitu berlaku belas-kasihan terhadap orang-orang miskin dalam musim hujan dan musim panas, serta memberikan tempat persinggahan bagi kaum Muslimin. (Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta) dalam sumpahnya. Mereka pernah meminta kepada Nabi saw. supaya melakukan salat di dalam mesjidnya itu, akan tetapi kemudian turunlah firman Allah berikut ini, yaitu:

108Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.(QS. 9:108)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 108
لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ (108)
Karena adanya maksud-maksud jahat kaum munafik yang mendirikan bangunan itu, maka Allah swt. melarang Rasul-Nya selama-lamanya untuk salat di tempat itu karena apabila Rasulullah salat di sana bersama orang-orang munafik itu maka hal tersebut akan berarti beliau telah merestui usaha mereka dalam mendirikan bangunan itu.
Selanjutnya Allah swt. menegaskan kepada Rasul-Nya, bahwa mesjid yang dibangun sejak semula atas dasar ketakwaan kepada Allah swt. adalah lebih baik untuk dijadikan tempat ibadat bersama-sama serta mempersatukan kaum Muslimin semuanya dalam segala hal yang diridai-Nya, yaitu saling mengenal dan bergotong-royong dalam berbuat kebajikan dan ketakwaan.
Yang dimaksud dengan mesjid yang didirikan atas dasar ketakwaan sejak hari pertama yang disebutkan dalam ayat ini adalah "mesjid Quba" atau "Mesjid Nabi" yang ada di kota Madinah, sebab kedua mesjid itu adalah dibangun oleh Nabi dan kaum Muslimin atas dasar ketakwaan sejak pertama ia didirikan.
Selanjutnya dalam ayat ini Allah swt. menerangkan alasan mengapa mesjid tersebut lebih utama dari mesjid lainnya yang sengaja didirikan bukan atas dasar ketakwaan ialah karena di mesjid tersebut terdapat orang-orang yang suka membersihkan dirinya dari segala dosa. Artinya mereka memakmurkan mesjid dengan mendirikan salat serta berzikir dan bertasbih kepada Allah, dan dengan ibadah-ibadah tersebut mereka ingin menyucikan diri dari segala dosa yang melekat pada diri mereka sebagaimana orang-orang yang mangkir dari peperangan kemudian mereka menginsafi kesalahan mereka, lalu berusaha menyucikan diri dari dosa tersebut dengan cara bertobat, bersedekah dan memperbanyak amal saleh lainnya. Melakukan ibadah salat berarti menyucikan diri lahir dan batin karena untuk melakukan salat disyaratkan sucinya badan, pakaian dan tempat, ikut sertanya hati dan pikiran yang dihadapkan kepada Allah semata-mata.
Pada akhir ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa Dia menyukai orang-orang yang sangat menjaga kebersihan jiwa dan jasmaninya, karena mereka menganggap bahwa kesempurnaan manusia terletak pada kesuciannya lahir batin. Oleh sebab itu mereka sangat membenci kekotoran lahiriah, seperti kotoran pada badan, pakaian dan tempat, maupun kotoran batin yang timbul karena perbuatan maksiat terus-menerus, serta budi pekerti yang buruk, misalnya rasa riya dalam beramal, atau pun kekikiran dalam menyumbangkan harta benda untuk memperoleh keridaan Allah swt. Kecintaan Allah pada orang-orang yang suka menyucikan diri adalah salah satu dari sifat-sifat kesempurnaan-Nya, Dia suka kepada kebaikan, kesempurnaan, kesucian dan kebenaran. Sebaliknya, Dia benci kepada sifat-sifat yang berlawanan dengan itu.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 108
لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ (108)
(Janganlah kamu berdiri) melakukan salat (dalam mesjid itu selama-lamanya) kemudian Nabi saw. mengirimkan segolongan para sahabatnya guna merobohkan dan membakarnya. Kemudian mereka menjadikan bekas mesjid itu sebagai tempat pembuangan bangkai. (Sesungguhnya mesjid yang didirikan) dibangun dengan berlandaskan kepada pondasi (takwa, sejak hari pertama) yaitu mesjid yang didirikan oleh Nabi saw. sewaktu pertama kali beliau menginjakkan kakinya di tempat hijrahnya itu, yang dimaksud adalah mesjid Quba. Demikianlah menurut penjelasan yang telah dikemukakan oleh Imam Bukhari (adalah lebih berhak) daripada mesjid dhirar itu (kamu salat) untuk melakukan salat (di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang) kaum Ansar (yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih) artinya, Allah akan memberikan pahala kepada mereka. Lafal al-muththahhiriina asalnya ialah al-mutathahhiriina kemudian huruf ta diidgamkan kepada huruf tha yang asal, kemudian jadilah al-muththahhiriina. Ibnu Khuzaimah di dalam kitab sahihnya telah meriwayatkan sebuah hadis melalui Uwaimir bin Saidah, bahwasanya pada suatu hari Nabi saw. mendatangi mereka (para sahabat) di mesjid Quba. Kemudian beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah swt. telah memuji kalian dengan baik atas pembersihan diri kalian sehubungan dengan kisah mesjid kalian ini (Quba). Maka cara pembersihan apakah yang sedang kalian lakukan sekarang ini?" Mereka menjawab, "Demi Allah, wahai Rasulullah, kami tidak mengetahui apa-apa melainkan kami mempunyai tetangga-tetangga Yahudi; mereka lalu membasuh dubur mereka setelah buang air besar, maka kami pun melakukan pembasuhan seperti apa yang mereka lakukan." Menurut hadis yang lain, yang telah diriwayatkan oleh Imam Bazzar disebutkan bahwa para sahabat mengatakan, "Akan tetapi kami memakai batu terlebih dahulu, kemudian baru kami memakai air." Maka Nabi saw. menjawab, "Itulah yang benar, maka peganglah cara ini oleh kalian."

109Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan- (Nya) itu yang baik ataukah orang-orang yang mendirikan bangunanannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahannam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim.(QS. 9:109)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 109
أَفَمَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى تَقْوَى مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ أَمْ مَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَانْهَارَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (109)
Pada ayat ini dalam bentuk pertanyaan, Allah swt. menunjukkan perbedaan yang jelas antara orang-orang yang mendirikan bangunan mesjid atas dasar ketakwaan dan keinginan untuk mencapai rida-Nya, dan orang-orang yang mendirikan bangunan dengan maksud jahat sehingga pembangunan mesjid tersebut bahkan menambah bertumpuknya dosa-dosa mereka. Mereka yang disebut terakhir ini diumpamakan sebagai orang-orang yang mendirikan bangunan di pinggir jurang yang longsor sehingga akhirnya mereka terjerumus ke dalam neraka Jahanam.
Dari sini dapatlah dipahami, bahwa orang-orang yang mendirikan bangunan mesjid atas dasar takwa dan keinginan untuk mencapai rida Allah adalah ibarat orang-orang yang mendirikan bangunan yang kuat di atas tanah yang kuat pula, tangguh terhadap serangan angin dan badai, tak lapuk karena hujan, dan tak lekang karena panas. Ia memberikan perlindungan, keamanan, ketenteraman dan kebahagiaan kepada orang-orang yang berada di dalamnya.
Dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa Rasulullah saw. dan kaum Muslimin yang benar-benar beriman kepada Allah. swt. senantiasa mendasarkan segala perbuatannya kepada ketakwaan dan dambaan mereka kepada rida-Nya. Mereka terang lebih baik daripada orang-orang munafik yang segala perbuatannya hanya didasarkan kepada niat yang buruk, yang menambah kekufuran dan kemunafikan, serta memecah belah antara umat Islam. Di dunia ini mereka tercela, sedang di akhirat kelak mereka ditimpa azab dan kemurkaan Allah swt.
Setelah menjelaskan keberuntungan orang-orang mukmin dan kejelekan orang-orang munafik yang lalim itu, maka pada akhir ayat tersebut Allah swt. menegaskan bahwa Dia tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-orang yang lalim itu. Artinya, orang-orang yang lalim selamanya tidak akan beroleh petunjuk ke arah kebaikan dan keberuntungan. Oleh sebab itu, setiap langkah dan tingkah laku serta perbuatan mereka senantiasa mengalami kegagalan dan malapetaka baik di dunia maupun kelak di akhirat.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 109
أَفَمَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى تَقْوَى مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ أَمْ مَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَانْهَارَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (109)
(Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar takwa) karena takut (kepada Allah dan) selalu mengharapkan (keridaan)-Nya itu (yang lebih baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi) dapat dibaca jurufin dan dapat pula dibaca jurfin, artinya di pinggir (jurang) yakni hampir roboh (lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia) maksudnya bangunannya roboh berikut orang-orang yang membangunnya (ke dalam neraka Jahanam?) ungkapan ayat ini merupakan tamtsil/perumpamaan yang paling baik, yaitu menggambarkan pembangunan mesjid yang berdasarkan bukan kepada takwa, kemudian akibat-akibat yang akan dialaminya. Kata tanya pada permulaan ayat ini mengandung makna taqrir, artinya mesjid pertamalah yang baik seperti halnya mesjid Quba. Sedangkan gambaran yang kedua adalah perumpamaan mesjid dhirar. (Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang lalim).

110Bangunan-bangunan yang mereka dirikan itu senantiasa menjadi pangkal keraguan dalam hati mereka, kecuali bila hati mereka itu telah hancur. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS. 9:110)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 110
لَا يَزَالُ بُنْيَانُهُمُ الَّذِي بَنَوْا رِيبَةً فِي قُلُوبِهِمْ إِلَّا أَنْ تَقَطَّعَ قُلُوبُهُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (110)
Dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan bahwa bangunan mesjid yang didirikan oleh kaum munafik itu senantiasa menimbulkan keragu-raguan dalam hati mereka terhadap agama, karena setelah bangunan itu berdiri mereka menggunakannya untuk melakukan perbuatan-perbuatan jahat, antara lain membuat rencana dan komplotan jahat yang ditujukan kepada Rasulullah saw. dan kaum Muslimin. Hal ini bahkan menunjukkan kemunafikan dan kekafiran mereka. Dan setelah Rasulullah mengirim orang-orang untuk merobohkan bangunan itu, kaum munafikin itu semakin ragu-ragu tentang nasib mereka, serta merasa ketakutan dan kegelisahan. Keadaan semacam ini barulah berakhir setelah hati mereka seakan-akan terpotong-potong, sehingga tidak dapat lagi mengetahui kebenaran, ini berarti bahwa selama mereka hidup senantiasalah hati mereka dalam kebimbangan dan keraguan, dan tidak pernah sampai kepada kebenaran. Runtuhnya bangunan mereka menyebabkan runtuhnya pula pegangan hidup mereka, sehingga kegelisahan, ketakutan dan keragu-raguan senantiasa menyelubungi hati mereka. Keadaan ini barulah berakhir setelah mereka mati, dan jasad mereka berkeping-keping atau bila mereka bertobat dan menyesali semua dosa dan kesalahan-kesalahan yang telah mereka perbuat.
Pada akhir ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa Dia adalah Maha Mengetahui perbuatan hamba-Nya, dan Maha Bijaksana dalam segala perbuatan-Nya. Salah satu dari kebijaksanaan-Nya ialah pemberitahuan-Nya kepada Rasulullah dan kaum Muslimin tentang kejahatan orang-orang munafik, sehingga dapat diketahui hakikat dari sifat-sifat dan perbuatan jahat mereka untuk dijauhi.

111Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.(QS. 9:111)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 111
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (111)
Pada ayat ini diterangkan bahwa Allah swt. membeli diri dan harta benda kaum mukmin dari mereka sendiri yang dibayar-Nya dengan surga Jannatunna'im. Artinya: "Allah membalas segala perjuangan dan pengorbanan yang telah diberikan kaum mukmin itu, baik jiwa raga maupun harta benda, dengan balasan yang sebaik-baiknya, yaitu kenikmatan dan kebahagiaan di surga di akhirat kelak. Ini merupakan ungkapan yang sangat indah dalam menimbulkan kegairahan bagi umat manusia untuk berjihad, karena menggambarkan suatu ikatan jual beli yang sangat menguntungkan manusia, sebab pengorbanan yang telah mereka berikan berupa harta benda dan jiwa raga akan ditukar dengan sesuatu yang sangat berharga, yang tak pernah dilihat oleh mata manusia, dan tak pernah didengar oleh telinga, dan nilainya jauh lebih tinggi daripada harta benda dan apa saja yang telah dikurbankan. Di samping itu jual beli yang terjadi antara Allah dan kaum Muslimin ini tak akan pernah dibatalkan. Tidaklah seperti ikatan jual beli yang terjadi antara sesama manusia yang kadang-kadang dapat dibatalkan. Lagi pula jual beli antar sesama manusia adalah berupa pertukaran antara barang dan uang yang sama nilainya. Sedang balasan yang diberikan Allah kepada hamba-Nya yang beriman jauh lebih tinggi nilainya daripada pengorbanan yang telah diberikan atau perjuangan yang telah dilakukannya.
Balasan yang berlipat ganda yang dianugerahkan Allah kepada hamba-Nya itu adalah semata-mata karena kasih sayang-Nya dan merupakan kehormatan yang diberi kepada hamba-Nya yang beriman, sebab pada hakikatnya diri manusia itu adalah milik-Nya, karena Dialah Penciptanya dan harta benda mereka itu pun adalah milik-Nya, karena Dialah yang menganugerahkan kepada mereka. Namun demikian, bila manusia berjihad dengan mengorbankan harta benda dan jiwa raga mereka yang dianugerahkan-Nya kepada mereka, maka Allah tetap memberikan balasan yang berlipat ganda nilainya padahal Allah sendiri pada hakikatnya tidak memerlukan harta benda dan jiwa raga itu.
Selanjutnya dalam ayat ini Allah swt. menerangkan bagaimana caranya orang-orang mukmin menyerahkan diri dan harta mereka yang dibeli oleh Allah swt. dengan surga Jannatunna'im itu, yaitu dengan berperang pada jalan Allah untuk membela kebenaran dan keadilan yang akan menyampaikan mereka kepada keridaan-Nya; adakalanya mereka dapat menumpas musuh-musuh Allah yang selalu menghambat jalannya dakwah Islam, dan adakalanva mereka gugur dalam peperangan sebagai syuhada dalam membela agama Allah. Namun tak ada perbedaan antara keduanya dalam menerima pahala dan balasan dari Allah swt.
Kemudian Allah swt. menegaskan, bahwa janji-Nya untuk memberikan balasan pahala yang disebutkan itu adalah merupakan janji yang akan ditepati-Nya, dan telah ditetapkan-Nya sedemikian rupa dalam kitab Taurat dan Injil. Dan walaupun janji itu telah dihapuskan dari kedua kitab suci itu oleh kaum Yahudi dan Nasrani namun masih tetap ada dalam Alquran, dan tak akan dapat dihapuskan oleh siapa pun juga, karena Allah telah menjamin keselamatan Alquran itu dari tangan-tangan yang jahil.
Selanjutnya Allah swt. menegaskan, bahwa tidak ada seorang pun yang melebihi Allah dalam hal menepati janji, karena Dia Maha Kuasa untuk menepati janji-Nya, dan tidak pernah lupa atau pun ragu pada hamba-Nya. Oleh sebab itu, Allah menyuruh mereka untuk menampakkan kegembiraan atau keberuntungan yang pasti akan mereka peroleh dari jual beli yang terjadi antara mereka dan Allah swt.
Pada akhir ayat ini Allah swt. kembali memberikan penegasan bahwa keberuntungan yang akan diperoleh mereka itu benar-benar suatu keberuntungan yang amat besar tidak ada yang melebihinya. Sedang keberuntungan yang telah mereka peroleh sebelumnya yang berupa kemenangan terhadap musuh-musuh Islam, serta kepemimpinan, kekuasaan dan kerajaan, hanyalah keberuntungan yang merupakan jalan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.
Jakfar As-Sadiq, seorang yang mempunyai pengetahuan luas tentang Alquran, dalam menafsirkan ayat ini mengatakan: "Badan manusia ini nilai tukarnya adalah surga, oleh sebab itu kita tidak boleh menjualnya kecuali jika mendapatkan surga. Orang yang mati dalam membela agama Allah hanyalah berarti mengorbankan tubuh kasarnya yang bersifat fana, bukan mengorbankan jiwanya yang bersifat kekal. Bila tubuh kasarnya mati, maka rohnya kembali ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa."


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 111
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (111)
(Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka) lantaran mereka menginfakkannya di jalan ketaatan kepada-Nya, seperti untuk berjuang di jalan-Nya (dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah lalu mereka membunuh atau dibunuh) ayat ini merupakan kalimat baru yang menjadi penafsir bagi makna yang terkandung di dalam lafal fa yuqtaluuna wa yaqtuluuna, artinya sebagian dari mereka ada yang gugur dan sebagian yang lain meneruskan pertempurannya (sebagai janji yang benar) lafal wa`dan dan haqqan keduanya berbentuk mashdar yang dinashabkan fi`ilnya masing-masing yang tidak disebutkan (di dalam Taurat, Injil dan Alquran?) artinya tiada seorang pun yang lebih menepati janjinya selain dari Allah. (Maka bergembiralah) dalam ayat ini terkandung pengertian iltifat/perpindahan pembicaraan dari gaib kepada mukhathab/dari orang ketiga kepada orang kedua (dengan jual-beli yang telah kalian lakukan itu dan yang demikian itu) yaitu jual-beli itu (adalah kemenangan yang besar) yang dapat mengantarkan kepada tujuan yang paling didambakan.

112Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji (Allah), yang melawat, yang ruku yang sujud, yang menyuruh berbuat makruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu.(QS. 9:112)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 112
التَّائِبُونَ الْعَابِدُونَ الْحَامِدُونَ السَّائِحُونَ الرَّاكِعُونَ السَّاجِدُونَ الْآمِرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّاهُونَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَالْحَافِظُونَ لِحُدُودِ اللَّهِ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ (112)
Dalam ayat ini Allah swt. menyebutkan beberapa sifat dari orang-orang mukmin yang telah mencapai puncak kesempurnaan iman, yang telah mengorbankan harta benda dan diri mereka dalam berjihad untuk menjunjung tinggi agama Allah.
Sifat-sifat tersebut ialah:
1. Bahwa mereka itu adalah orang-orang yang bertobat, yaitu kembali kepada Allah dengan cara meninggalkan setiap perbuatan yang akan menjauhkan diri dari keridaan-Nya. Maka tobat orang-orang yang pernah menjadi kafir adalah kembalinya mereka kepada Allah dari kekafiran itu, serta melaksanakan perintah-perintah syarak.
Dalam hal ini Allah telah berfirman:

فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ
Artinya:
Jika mereka bertobat, mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.
(Q.S. At Taubah: 11)
Sedang tobat orang yang pernah membuatnya menjadi munafik ialah dengan cara meninggalkan kemunafikannya itu. Dan tobat orang-orang yang durhaka ialah dengan cara meninggalkan kedurhakaannya dengan menyesali apa yang telah diperbuatnya, serta bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan itu lagi sebagaimana tobat yang telah dilakukan oleh sementara orang-orang mukmin (Abu Lubabah dengan kawan-kawannya) yang telah mangkir dari peperangan Tabuk. Adapun tobat orang yang telah lalai dari melakukan kebajikan ialah dengan cara berbuat kebajikan lain yang lebih banyak sedang tobat orang yang lalai dari mengingat Allah swt. ialah dengan cara berzikir dan bersyukur lebih banyak setelah menyadari kelalaiannya.
2. Orang-orang mukmin yang mencapai puncak kesempurnaan itu juga mempunyai sifat sebagai orang-orang yang beribadat kepada Allah swt. semata-mata dengan ikhlas, tanpa adanya riya maupun syirik. Semua ibadah doa dan harapannya hanya ditujukan kepada Allah semata-mata. Mereka menjauhi segala macam perbuatan yang dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada selain Allah atau mengharapkan pertolongan dari selain Allah, baik untuk kepentingan duniawi maupun ukhrawi.
3. Selain itu orang-orang mukmin tersebut juga mempunyai sifat sebagai orang-orang yang senantiasa menyampaikan pujian kepada Allah, baik dalam waktu suka maupun pada saat-saat duka. Dalam hal ini Aisyah r.a. menerangkan, bahwa Nabi Muhammad saw. apabila menemukan suatu hal yang menggembirakan maka beliau mengucapkan kata-kata pujian yang berbunyi:

الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات
Artinya:
Segala pujian hanyalah untuk Allah yang dengan nikmat-Nyalah segala kebaikan dapat disempurnakan.
Dan apabila beliau menghadapi suatu hal yang tidak diingininya, maka beliau mengucapkan kata pujian yang berbunyi:

الحمد لله على كل حال
Artinya:
Segala puji hanyalah untuk Allah semata-mata dalam segala hal.
4. Orang-orang mukmin yang mencapai puncak kesempurnaan juga memiliki sifat sebagai orang-orang yang suka mengembara untuk tujuan-tujuan yang baik dan benar, misalnya pengembaraan yang dilakukan untuk menuntut ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan untuk kemajuan duniawi, atau untuk sesuatu yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa dan tanah air. Atau melakukan pengembaraan untuk melihat dan memperhatikan keadaan bangsa-bangsa dan negeri-negeri lain agar dari semuanya itu dapat diambil pelajaran yang berguna, serta meningkatkan keimanan dan ibadah kita kepada Allah, Pencipta alam semesta. Di dalam Alquran terdapat banyak firman Allah yang mendorong manusia agar mengadakan perjalanan di muka bumi ini untuk mendapatkan pengalaman dan pelajaran yang akan menambah kuatnya keimanan. Antara lain firman Allah swt.:

قُلْ سِيرُوا فِي الْأَرْضِ ثُمَّ انْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
Artinya:
Katakanlah: "Berjalanlah di muka bumi kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu."
(Q.S. Al-An'am: 11)
Dan firman-Nya dalam ayat yang lain:

أَلَمْ يَرَوْا كَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَبْلِهِمْ مِنْ قَرْنٍ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ مَا لَمْ نُمَكِّنْ لَكُمْ
Artinya:
Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka padahal (generasi itu) telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu.
(Q.S. Al-An'am: 6)
Masih banyak ayat-ayat lainnya yang sejiwa dengan ayat-ayat di atas, yang menyuruh manusia untuk memperhatikan lebih banyak makhluk Tuhan di dunia ini. Semakin jauh berjalan, semakin banyak yang dilihat, dan memberikan banyak pengetahuan, pengalaman dan pelajaran yang akhirnya menambah keimanan dan ketaatan kepada Allah swt.
5. Sifat lainnya yang dimiliki orang-orang mukmin yang sebenarnya ialah sebagai orang-orang yang senantiasa melakukan rukuk dan sujud kepada Allah swt., yakni orang-orang yang mendirikan salat. Sengaja Allah menyebutkan masalah rukuk dan sujud dalam ayat ini, karena kedua hal tersebut adalah menunjukkan sifat tunduk tawaduk serta penghambaan diri kepada Allah swt., dan juga untuk menggambarkan pekerjaan salat itu.
6. Dua buah sifat lainnya dari orang-orang mukmin sejati ialah suka mengajak orang lain untuk berbuat kebajikan, dan mencegahnya dari perbuatan yang mungkar, yaitu dengan jalan mengajaknya kepada keimanan dan melakukan perbuatan-perbuatan yang merupakan buah dari keimanan itu, yaitu hal-hal yang baik dan bermanfaat di samping itu.
7. Sifat lainnya yang disebutkan paling akhir dalam ayat ini ialah sebagai orang-orang yang senantiasa menjaga diri untuk tidak melampaui batas dan ketentuan yang telah ditetapkan Allah, yaitu berupa syariat dan hukum-hukum-Nya yang harus diikuti oleh kaum mukmin untuk kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat, dan apa-apa yang harus mereka jauhi karena bahaya-bahaya yang dapat ditimbulkannya. Demikian pula dalam hukum dan syariat tersebut telah dijelaskan pula apa-apa yang harus dilakukan oleh umat Islam dan para pemimpin mereka, baik untuk kepentingan setiap pribadi muslim maupun untuk kejayaan masyarakat Islam umumnya.
Setelah menyebut sifat-sifat yang dimiliki oleh orang-orang mukmin yang mencapai puncak kesempurnaan, maka pada akhir ayat ini Allah swt. menjelaskan balasan apa yang akan diperoleh mereka kelak, dari Allah swt. Untuk ini Allah swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk menyampaikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang memiliki sifat-sifat seperti yang disebutkan itu, bahwa mereka pasti akan memperoleh keberuntungan, baik di dunia maupun di akhirat. Hal ini disebabkan karena setiap orang yang memiliki sifat-sifat tersebut, pasti akan bersikap hati-hati dalam perbuatan dan tindak-tanduknya agar ia tidak melanggar batas-batas yang telah ditentukan Allah dalam syariat dan hukum-hukumnya.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 112
التَّائِبُونَ الْعَابِدُونَ الْحَامِدُونَ السَّائِحُونَ الرَّاكِعُونَ السَّاجِدُونَ الْآمِرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّاهُونَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَالْحَافِظُونَ لِحُدُودِ اللَّهِ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ (112)
(Mereka itu adalah orang-orang yang bertobat) lafal at-taa'ibuuna dirafa'kan untuk tujuan memuji, yaitu dengan memperkirakan adanya mubtada sebelumnya; artinya mereka itu adalah orang-orang yang bertobat dari kemusyrikan dan kemunafikan (yang beribadah) orang-orang yang ikhlas karena Allah dalam beribadah (yang memuji) kepada Allah dalam semua kondisi (yang melawat) makna yang dimaksud adalah mereka selalu mengerjakan shaum/puasa (yang rukuk, yang sujud) artinya mereka adalah orang-orang yang salat (yang menyuruh berbuat makruf dan mencegah berbuat mungkar dan yang memelihara batasan-batasan Allah) yakni hukum-hukum-Nya dengan cara mengamalkannya. (Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu) dengan surga.

113Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahannam.(QS. 9:113)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 113
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ (113)
Allah swt. menjelaskan dalam ayat ini, bahwa tidaklah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang mukmin untuk mengajukan permohonan kepada Allah agar Dia memberikan ampun kepada orang yang musyrik walaupun mereka adalah kerabat Nabi atau kerabat dari orang-orang mukmin. Lebih-lebih apabila Nabi dan orang-orang mukmin telah mendapatkan bukti yang jelas, bahwa mereka yang dimohonkan ampunan itu adalah calon-calon penghuni neraka karena perbuatan dan tindak-tanduk mereka telah menunjukkan keingkaran mereka kepada Allah swt.
Pada ayat ke 80 surat At-Taubah ini juga, Allah swt. telah menerangkan bahwa Dia tidak akan memberikan ampunan bagi orang-orang munafik, karena mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya sehingga sama saja halnya, apakah Rasulullah memintakan ampun untuk mereka atau pun tidak. Dan dalam ayat ke 48 dan 116 surat An-Nisa Allah telah menegaskan pula, bahwa Dia tidak akan memberikan ampun kepada siapa saja yang menjadi musyrik, yaitu mempersekutukan Allah dengan yang lain.
Orang-orang yang mempersekutukan Allah walaupun mereka mengaku beriman dan menyembah kepada Allah, namun di samping itu mereka beriman dan menyembah selain Allah. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak mempunyai iman tentang kesempurnaan dan kekuasaan Allah swt. Oleh sebab itu dalam ayat lain Allah menegaskan bahwa kemusyrikan itu adalah suatu kelaliman yang besar, dan merupakan dosa yang tak diampuni. Itulah sebabnya, maka Lukman Al-Hakim memberikan pelajaran kepada putranya, beliau berkata:

لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Artinya:
Janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar.
(Q.S. Lukman: 13)
Dalam riwayat yang menjelaskan sebab turunnya ayat ini yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Ibnu Jarir dan lain-lain dari Said Ibnu Musayyab, dari ayahnya, diterangkan bahwa ketika paman Nabi Muhammad, Abu Talib, akan meninggal dunia maka Nabi datang mengunjunginya, dan ketika itu Abu Jahal dan Abdullah Ibnu Abu Umayyah berada pula di sampingnya, Nabi lalu berkata kepada pamannya: "Hai Paman, ucapkanlah kalimat "la ilaha illallah" dengan kalimat itu kelak di hari kiamat aku akan mempunyai alasan untuk memintakan ampunan bagimu kepada Allah swt." Mendengar ucapan Nabi kepada pamannya itu, maka Abu Jahal dan Abdullah segera pula berkata kepada Abu Talib: "Apakah engkau tidak senang kepada agama Abdul Muttalib?" Kemudian Nabi senantiasa mengulangi permintaannya itu kepada Abu Talib, tetapi kedua pemuka kaum kafir Quraisy itu segera pula mengulangi ucapan mereka seperti tersebut di atas, sehingga akhirnya Abu Talib mengucapkan kata-katanya yang terakhir kepada mereka: "Aku tetap dalam agama Abdul Muttalib." Ia enggan mengucapkan kalimat "la ilaha illallah". Maka Rasulullah saw. bersabda: "Demi Allah, aku akan memohonkan ampun untukmu kepada Allah selama aku tidak dilarang untuk berbuat demikian." Maka turunlah ayat ini yang dengan tegas melarang Nabi dan kaum muslimin untuk memohonkan ampun kepada Allah bagi orang-orang musyrik, walaupun mereka termasuk keluarga terdekat.
Dan khusus mengenai Abu Talib, maka Allah swt. telah berfirman kepada Rasulullah sebagai berikut:

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ
Artinya:
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah yang memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.
(Q.S. Al-Qasas: 56)
Abu Talib ini meninggal dunia di kota Mekah kira-kira tiga tahun sebelum Rasulullah berhijrah ke Madinah. Oleh sebab itu sebagian ulama menganggap tidak benar turunnya ayat ini mengenai Abu Talib sebab ayat ini terdapat dalam surat At-Taubah yang termasuk kelompok surat-surat Madaniah. Akan tetapi ulama-ulama lain mengatakan bahwa mengenai turunnya ayat ini ada dua macam kemungkinan, yaitu:
Pertama: ayat ini turun tak lama sesudah meninggalnya Abu Talib, kemudian ayat tersebut digabungkan kepada surat Bara`ah (At-Taubah), akibat ada kesamaannya mengenai hukum-hukum yang khusus tentang ketidakbolehan orang-orang mukmin mendoakan ampunan bagi orang-orang kafir, di samping persamaan mengenai celaan terhadap orang-orang musyrik.
Kedua: Mungkin juga ayat tersebut turun bersamaan ayat-ayat lainnya dalam surat Bara'ah (At-Taubah) ini yang menjelaskan bahwa tentang permintaan ampunan oleh Rasulullah saw. untuk Abu Talib semenjak wafatnya Abu Talib sampai pada saat turunnya ayat tersebut Rasulullah senantiasa memohonkan ampun kepada Allah untuk pamannya itu, sebab sikap yang keras terhadap orang-orang kafir, dan melepaskan hubungan dari mereka hanyalah terdapat dalam ayat-ayat surat At-Taubah ini.
Dalam ayat di atas terdapat isyarat bahwa mendoakan orang-orang yang telah mati dalam kekafirannya agar mereka memperoleh ampunan dan rahmat Allah adalah terlarang. Dan larangan ini mencakup segala macam dan cara berdoa, baik doa-doa yang biasa dilakukan sesudah salat dan dalam upacara tertentu maupun doa yang hanya berupa sebutan "almarhum" atau "almagfur lahu" di samping nama seseorang. Yang sebenarnya kata-kata tersebut hanya boleh dihubungkan kepada orang-orang mukmin, dan tidak boleh dihubungkan kepada orang-orang yang telah mati dalam kekafiran. Tetapi ini sering kali kurang disadari oleh sebagian kaum muslim, baik di kalangan orang-orang awam maupun kalangan terpelajar.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Muslim dan Abu Daud dari Abu Hurairah, ia mengatakan: Bahwa Rasulullah saw. pernah mengunjungi makam lalu beliau menangis sehingga menyebabkan orang-orang yang berada di sekitarnya pun menangis pula, kemudian beliau bersabda: "Aku telah meminta izin kepada Allah untuk memohonkan ampun untuk ibuku tetapi Allah tidak mengizinkan, dan aku meminta izin untuk mengunjungi makam ibuku, maka Allah telah mengizinkan. Oleh sebab itu kamu boleh mengunjungi makam, karena hal itu akan mengingatkan kamu kepada kematian."
Dengan adanya larangan Allah dalam ayat ini kepada Nabi dan orang-orang mukmin untuk memintakan ampun bagi orang-orang musyrik, dapatlah diambil kesimpulan bahwa kenabian dan keimanan yang sejati tidak membolehkan seseorang untuk memanjatkan doa ke hadirat Allah swt. untuk mengampuni orang-orang musyrik itu dalam keadaan bagaimana juga walaupun mereka adalah termasuk kaum kerabat yang dicintai. Hal itu disebabkan karena bagi Nabi dan orang-orang mukmin sudah cukup jelas dari berbagai bukti kenyataan, bahwa orang-orang musyrik itu telah mati dalam kekafiran sehingga dengan demikian mereka adalah merupakan calon-calon penghuni neraka, maka tidaklah selayaknya untuk dimintakan ampun kepada Allah, karena perbuatan mereka tidak diridai-Nya.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 113
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ (113)
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan permohonan ampunan Nabi saw. buat pamannya, yaitu Abu Thalib dan sekaligus berkenaan pula dengan permohonan ampunan sebagian para sahabat terhadap kedua orang-orang tua mereka masing-masing yang musyrik. (Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun kepada Allah bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu kaum kerabat)nya, yakni familinya sendiri (sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang yang musyrik itu adalah penghuni-penghuni Jahim) yakni neraka, lantaran mereka mati dalam keadaan kafir.

114Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.(QS. 9:114)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 114
وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ (114)
Dari keterangan-keterangan yang terdapat dalam ayat di atas mungkin terlintas pertanyaan dalam pikiran kita, apakah sebabnya Allah melarang Nabi Muhammad saw. dan kaum muslimin untuk memohon ampun bagi orang-orang yang telah mati dalam kemusyrikan dan kekafiran itu, walaupun kaum kerabat dan ibu bapaknya sendiri padahal Nabi Ibrahim pernah memohonkan ampun bagi bapaknya yang juga seorang musyrik yang mati dalam kemusyrikan dan kekafiran.
Maka dalam ayat ini Allah swt. memberikan jawaban-Nya bahwa benar Nabi Ibrahim pernah memohonkan ampun kepada Allah bagi bapaknya yang bernama Azar dengan mengucapkan doa sebagai berikut:

وَاغْفِرْ لِأَبِي إِنَّهُ كَانَ مِنَ الضَّالِّينَ
Artinya:
Dan ampunilah bapakku karena sesungguhnya dia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat.
(Q.S. Asy Syura: 86)
Akan tetapi Nabi Ibrahim berbuat demikian itu adalah karena ia pernah menjanjikan ke bapaknya untuk mendoakannya dengan harapan agar Allah swt. memberikan taufik kepadanya untuk beriman, dan memberikan petunjuk kepadanya jalan yang benar yang telah dibentangkannya. Janjinya itu menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim sudah meyakini bahwa kemampuannya hanyalah sekadar mendoakan kepada Allah sedang ia sendiri tidak berwenang memberikan petunjuk atau pun keselamatan, apalagi mengampuni dosanya.
Dengan demikian, Ibrahim telah memenuhi janjinya akan tetapi hanya sekadar pemenuhan janji. Hal ini juga disebutkan Allah dalam firman-Nya:

وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّى
Artinya:
Dan (lembaran-lembaran) Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji.
(Q.S. An Najm: 37)
Dalam ayat ini selanjutnya, Allah swt. menjelaskan bahwa walaupun Ibrahim telah memohonkan ampunan bagi ayahnya sebagai pemenuhan janjinya namun kemudian setelah nyata baginya bahwa bapaknya benar-benar memusuhi Allah dan mati dalam kemusyrikan, maka Ibrahim tidak lagi mendoakan bapaknya itu setelah matinya, dan ia telah berlepas tangan. Jadi Nabi Ibrahim mendoakan bapaknya itu adalah di kala bapaknya itu masih hidup dengan harapan semoga bapaknya mendapat hidayah dan taufik dari Allah dan meninggalkan kemusyrikannya dan bertobat kepada Allah dan doa yang semacam ini tidaklah terlarang.
Keimanan seseorang kepada Allah dan hari akhir tidak akan membiarkannya mengasihi orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya. Hal ini telah ditegaskan Allah dalam firman-Nya pada ayat-ayat lain:

لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
Artinya:
Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka.
(Q.S. Al-Mujadalah: 22)
Pada masa bapaknya masih hidup, Nabi Ibrahim sudah tahu juga tentang tingkah lakunya yang tidak diridai Allah, sehingga ia sendiri pernah diancamnya dengan kata-kata yang kasar yang tersebut dalam ayat sebagai berikut:

قَالَ أَرَاغِبٌ أَنْتَ عَنْ آلِهَتِي يَا إِبْرَاهِيمُ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لَأَرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا
Artinya:
Berkata bapaknya: "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama."
(Q.S. Maryam: 46)
Namun demikian Ibrahim juga berjanji kepada bapaknya untuk mendoakannya kepada Allah agar memberi ampun dan rahmat serta petunjuk. Akan tetapi, setelah bapaknya ini meninggal, nyatalah bagi Ibrahim bahwa dia benar-benar memusuhi Allah pada masa hidupnya. Dan setelah meyakini hal itu, maka Ibrahim segera berlepas diri dari dia, dan tidak lagi berdoa untuknya. Apakah gerangan sebab yang demikian?
Maka dalam akhir ayat ini Allah swt. menerangkan jawaban atas pertanyaan tersebut, yaitu karena Ibrahim adalah manusia yang amat takut kepada Allah, serta taat dan patuh kepada-Nya, ia juga terkenal sebagai seorang penyantun dan kokoh pendiriannya dalam segala hal.
Itulah sebabnya ia segera menghentikan doanya untuk bapaknya setelah ia mengetahui bahwa dia benar-benar seorang musyrik yang dalam hatinya telah tertanam dengan kuat kepercayaan syirik dan permusuhan terhadap Allah swt. Nabi Ibrahim berhati lembut karena sangat takutnya kepada Allah, dan di samping itu ia sangat menyesalkan sikap orang-orang musyrik di kalangan kaumnya termasuk bapaknya sendiri.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 114
وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ (114)
(Dan permintaan ampun dari Ibrahim kepada Allah untuk bapaknya (pamannya) tidak lain hanya karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu) melalui perkataan Nabi Ibrahim sendiri, seperti apa yang diungkapkan oleh firman-Nya, "Aku akan mintakan ampun bagimu kepada Rabbku." (Q.S. Maryam 47) Nabi Ibrahim menjanjikan demikian dengan harapan semoga bapak (paman)nya itu mau masuk Islam. (Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya/pamannya itu adalah musuh Allah) lantaran ia mati dalam keadaan kafir (maka Ibrahim berlepas diri daripadanya) kemudian Nabi Ibrahim berhenti dari memintakan ampunannya. (Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut) banyak merendahkan diri dan berdoa kepada Allah (lagi penyantun) sangat sabar di dalam menahan derita.

115Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka hingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(QS. 9:115)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 115
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِلَّ قَوْمًا بَعْدَ إِذْ هَدَاهُمْ حَتَّى يُبَيِّنَ لَهُمْ مَا يَتَّقُونَ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (115)
Dalam ayat ini Allah swt. menegaskan bahwa apabila satu kaum benar-benar telah diberinya petunjuk, dan telah dilapangkan-Nya dada mereka untuk menerima agama Islam, maka Dia sekali-kali tidak akan menganggap kaum tersebut sebagai orang-orang yang sesat, lalu Dia memperlakukan mereka sama dengan orang-orang yang benar-benar sesat, yang patut dicela dan disiksa. Allah swt. tidak akan berbuat demikian apabila mereka hanya semata-mata berbuat suatu kesalahan, baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan yang disebabkan kesalahan ijtihad mereka. Allah swt. tidak akan mencela dan menyiksa mereka karena kesalahan semacam itu sampai jelas benar bagi mereka hal-hal apa yang harus mereka hindari, baik ucapan maupun perbuatan.
Pada Akhir ayat ini Allah swt. kembali menegaskan, bahwa Dia amat mengetahui segala sesuatu, antara lain kebutuhan manusia terhadap keterangan dan penjelasan. Oleh sebab itu Allah telah menjelaskan masalah-masalah yang penting dalam agama dengan nas yang pasti dalam firman-Nya sehingga kaum Muslimin akan dapat mencapai kebenaran dalam ijtihad mereka dan tidak akan tergoda oleh hawa nafsu mereka.
Itulah sebabnya Allah tidak menyalahkan Nabi Ibrahim ketika ia memohon ampun untuk bapaknya sebab hal itu dilakukan sebelum ia mendapat bukti dan keterangan yang jelas tentang keadaan ayahnya itu. Lagi pula setelah ia mendapat keterangan dan bukti-bukti yang jelas, maka ia segera menghentikan doanya itu.
Demikian pula Allah swt. tidak akan menimpakan hukuman terhadap Nabi Muhammad saw. dan orang-orang mukmin yang telah memohonkan ampun kepada Allah untuk ibu bapak, kaum kerabat mereka yang telah mati dalam kekafiran apabila hal itu dilakukan akibat belum memperoleh keterangan yang jelas mengenai ketentuan Allah dalam masalah tersebut.

116Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Dan sekali-kali tidak ada pelindung dan penolong bagimu selain Allah.(QS. 9:116)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 116
إِنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ (116)
Allah swt. menjelaskan bahwa Dialah yang memiliki kekuasaan, baik di langit maupun di bumi. Dialah yang menguasai semua yang ada di alam ini. Dia pulalah yang mematikan hamba-Nya bila ajalnya sudah sampai. Dan sunah-Nyalah yang berlaku di alam semesta ini. Tidak ada yang mengurus dan menguasai kepentingan orang-orang mukmin, dan tidak ada pula yang akan menolong mereka terhadap musuh, kecuali Allah swt.
Sebab itu, tidaklah selayaknya bagi orang-orang mukmin menyimpang dari ketentuan Allah, terutama mengenai larangan-Nya untuk memohonkan ampun bagi orang musyrik, walaupun ia termasuk kaum kerabat yang patut diurus dan ditolong. Demikian pulalah dalam ketentuan-ketentuan yang lain, baik berupa larangan maupun perintah-perintah-Nya.

117Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka,(QS. 9:117)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 117
لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ إِنَّهُ بِهِمْ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (117)
Ayat ini merupakan lanjutan dari ayat-ayat yang terdahulu, mengenai masalah tobat dari orang-orang yang mangkir dari perang Tabuk. Adalah menjadi suatu kebiasaan dalam Alquran untuk menghentikan suatu pembicaraan, lalu mengemukakan pembicaraan yang lain, tetapi kemudian kembali lagi membicarakan masalah yang semula. Cara semacam ini akan memberikan pengertian yang lebih mantap dan kesan lebih kuat dalam hati dan pikiran orang-orang yang mendengar atau membacanya, dan tidak membosankan. Selain itu juga ada hubungan dengan larangan tentang memohonkan ampunan bagi orang-orang musyrik yang tersebut dalam ayat yang lalu, karena dalam kedua masalah ini terdapat kesalahan yang perlu ditebus dengan bertobat, dan kekeliruan yang perlu dimintakan maaf dan ampunan dari Allah swt.
Dalam ayat ini, Allah swt. menegaskan bahwa Dia telah menerima tobat Nabi Muhammad saw. dan kaum Muhajirin serta Ansar dan orang-orang mukmin lainnya yang telah mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, yaitu saat perang Tabuk itu, karena perang Tabuk itu terjadi dalam saat kesukaran. Kesukaran tentang makanan karena saat itu musim paceklik, sehingga sebutir kurma dimakan oleh satu atau dua orang. Kesukaran tentang air, sehingga ada yang menyembelih untanya agar dapat mengambil air dari lambungnya untuk diminum, padahal unta itu amat mereka perlukan untuk pengangkutan yang di saat itu pun amat sukar, sehingga seekor unta dipakai untuk keperluan sepuluh orang. Ditambah lagi udara di waktu itu (waktu terjadi perang Tabuk) amat panas. Penerimaan tobat tersebut terjadi setelah hampir berpalingnya hati segolongan dari kaum Ansar dan Muhajirin tersebut, sehingga mereka pergi berperang itu dengan perasaan yang enggan dan berat, bahkan ada yang dengan sengaja telah mangkir dari peperangan. Tetapi kemudian Allah menerima tobat mereka setelah mereka menyadari kesalahan mereka lalu bertobat kepada Allah swt.
Pada akhir ayat ini, Allah menegaskan pula, bahwa Dia Maha Pengasih dan Penyayang kepada Nabi dan para pengikutnya. Oleh sebab itu Dia senantiasa menerima tobat orang-orang yang benar-benar bertobat kepada-Nya.
Menurut penafsiran Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan menerima tobat Nabi oleh Allah ialah tobat yang dilakukan Nabi atas kesalahan beliau lantaran mengizinkan beberapa orang tidak ikut berperang, padahal mereka tidak mempunyai uzur yang dapat dibenarkan. Dan yang dimaksud dengan penerimaan tobat kaum Muhajirin dan Ansar ialah tobat yang mereka lakukan dari kesalahan mereka ketika mereka merasa berkeberatan untuk keluar ke medan perang, padahal mereka adalah orang-orang yang dipandang paling kuat imannya. Sebagian dari mereka mempunyai kesalahan lantaran mereka suka mendengarkan pembicaraan orang-orang munafik padahal pembicaraan itu dimaksud untuk menimbulkan fitnah di kalangan kaum Muslimin.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 117
لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ إِنَّهُ بِهِمْ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (117)
(Sesungguhnya Allah telah menerima tobat) artinya Dia menerima tobat untuk selamanya (Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Ansar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan) yakni sewaktu keadaan sedang sulit-sulitnya. Hal ini terjadi sewaktu perang Tabuk; sebiji buah kurma dimakan oleh dua orang, dan sepuluh orang pasukan saling bergantian menaiki satu hewan kendaraan di antara sesama mereka, dan panas pada saat itu terik sekali sehingga mereka meminum air yang ada dalam perut unta karena persediaan air habis (setelah hampir berpaling) dapat dibaca yaziighu atau taziighu, artinya cenderung (hati segolongan dari mereka) dari mengikuti Nabi kemudian mereka bermaksud untuk kembali dan tidak ikut berperang lantaran kesulitan yang sedang mereka alami pada saat itu (kemudian Allah menerima tobat mereka itu) dengan memberikan keteguhan dan kesabaran kepada mereka. (Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang).

118dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka,, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.(QS. 9:118)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 118
وَعَلَى الثَّلَاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلَّا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (118)
Dalam ayat ini kembali diungkapkan hal-ihwal tiga orang di antara orang-orang mukmin yang mangkir dari perang Tabuk, yaitu Ka'ab Ibnu Malik, Hilal Ibnu Umayyah dan Murarah Ibnu Rabi'. Mereka ini semula dengan sengaja tidak ikut berperang bersama Rasulullah saw., tetapi kemudian mereka mengalami tekanan jiwa, dan merasa alam bagi mereka menjadi sempit, karena orang-orang mukmin lainnya memandang mereka sebagai orang-orang yang tidak terhormat. Dan mereka merasa yakin, bahwa hanya Allahlah tempat berlindung dari segala siksaan-Nya. Setelah datang kesadaran dan rasa penyesalan, maka tobatlah mereka kepada Allah. Maka Allah pun menerima tobat itu agar mereka tetap berada dalam keinsafan kembali kepada agama Allah dan bimbingan Rasul-Nya. Setelah telanjur melakukan pelanggaran terhadap perintah-Nya.
Pada akhir ayat ini, Allah swt. menegaskan kembali bahwa Dialah yang Maha Penerima Tobat serta Maha Pengasih kepada hamba-Nya. Dia senantiasa menerima tobat hamba-Nya yang benar-benar bertobat kepada-Nya dan mengampuni dosa serta melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya kepada mereka, walaupun mereka itu telah telanjur melakukan kesalahan yang menyebabkan mereka berhak untuk dijatuhi azab dan siksa.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 118
وَعَلَى الثَّلَاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلَّا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (118)
(Dan) Allah menerima tobat pula (terhadap tiga orang yang ditangguhkan) penerimaan tobat mereka melalui bukti yang menunjukkan hal itu (sehingga apabila bumi terasa sempit oleh mereka padahal bumi itu luas) sekalipun kenyataannya bumi itu luas lantaran mereka tidak dapat menemukan tempat yang dapat mengganti hati mereka (dan jika hati mereka pun terasa sempit pula) yakni hati mereka menjadi sempit lantaran susah dan asing disebabkan tobat mereka ditangguhkan penerimaannya sehingga hati mereka tidak gembira dan selalu tidak tenteram (serta mereka menduga) dan merasa yakin (bahwasanya) dibaca dengan takhfif, yaitu an (tidak ada tempat lari dari siksa Allah melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima tobat mereka) Allah memberikan taufik dan kekuatan kepada mereka untuk bertobat (agar mereka tetap dalam tobatnya. Sesungguhnya Allahlah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang).

119Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.(QS. 9:119)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 119
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ (119)
Dalam ayat ini, Allah swt. menunjukkan seruan-Nya dan memberikan bimbingan kepada orang-orang yang beriman kepada-Nya dan Rasul-Nya, agar mereka tetap dalam ketakwaan serta mengharapkan rida-Nya, dengan cara menunaikan segala kewajiban yang telah ditetapkan-Nya, dan menjauhi segala larangan yang telah ditentukan-Nya, dan hendaklah senantiasa bersama orang-orang yang benar dan jujur, mengikuti ketakwaan, kebenaran dan kejujuran mereka. Dan jangan bergabung kepada kaum munafik, yang selalu menutupi kemunafikan mereka dengan kata-kata dan perbuatan bohong serta ditambah pula dengan sumpah palsu dan alasan-alasan yang tidak benar.
Al-Baihaqi meriwayatkan suatu hadis yang langsung diterima dari Rasulullah saw., bahwa beliau bersabda:

إن الصدق ليهدي إلى البر وإن البر يهدي إلى الجنة وإن الكذب يهدي إلى الفجور وإن الفجور يهدي إلى النار، إنه يقال للصادق: صدق وبر، ويقال للكاذب: كذب وفجور، وإن الرجل ليصدق حتى يكتب عند الله صديقا ويكذب حتى عند الله كذابا
Artinya:
Sesungguhnya kejujuran itu menuntun kepada kebajikan, dan kebajikan menuntun kepada surga, dan sebenarnya kebohongan itu menuntun kepada kefasikan, dan kefasikan membawa kepada neraka. Terhadap orang yang jujur dikatakan: "Ia berlaku benar dan berbuat baik." Sedang kepada orang yang bohong dikatakan: "Ia berbohong dan berlaku fasik." Dan seorang yang jujur segera dituliskan di sisi Allah sebagai seseorang yang sangat jujur; sedang orang yang berbohong segera pula dituliskan di sisi Allah sebagai orang yang sangat pembohong.
Berdusta selamanya terlarang kecuali bila terpaksa sebagai tipu muslihat dalam peperangan, atau untuk mendamaikan antara pihak-pihak yang bersengketa, atau kebohongan seorang lelaki kepada istrinya yang dimaksudkan untuk menyenangkan hatinya, misalnya dalam memuji kecantikannya; akan tetapi bukan kebohongan dalam masalah keuangan dan kepentingan kehidupan rumah tangga atau lainnya. Dalam hal ini Rasulullah saw. telah bersabda:

كل الكذب يكتب على ابن آدم إلا رجل كذب في خديعة حرب أو إصلاح بين اثنين أو رجل يحدث امرأته ليرضيها
Artinya:
Setiap kebohongan yang dilakukan oleh seseorang selalu dituliskan sebagai dosanya kecuali bagi seorang lelaki yang berbohong sebagai tipu muslihat dalam peperangan, atau kebohongan untuk mendamaikan dua orang yang bersengketa atau kebohongan yang dilakukan seseorang terhadap istrinya dengan maksud untuk menyenangkan hatinya.
(H.R. Ibnu Abi Syaibah dan Ahmad dari Asmak binti Yazid, dari Nabi saw.)


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 119
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ (119)
(Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah) dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat (dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar) dalam hal iman dan menepati janji untuk itu kalian harus menetapi kebenaran.

120Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik,(QS. 9:120)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 120
مَا كَانَ لِأَهْلِ الْمَدِينَةِ وَمَنْ حَوْلَهُمْ مِنَ الْأَعْرَابِ أَنْ يَتَخَلَّفُوا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ وَلَا يَرْغَبُوا بِأَنْفُسِهِمْ عَنْ نَفْسِهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ لَا يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ وَلَا نَصَبٌ وَلَا مَخْمَصَةٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَطَئُونَ مَوْطِئًا يَغِيظُ الْكُفَّارَ وَلَا يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلًا إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ بِهِ عَمَلٌ صَالِحٌ إِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ (120)
Dalam ayat ini Allah swt. menjelaskan bahwa kaum Muslimin yang berdiam di kota Madinah, dan kaum Muslimin Badui yang berdiam di sekitar kota Madinah tidaklah sepantasnya mereka untuk tidak menyertai Rasulullah saw. ke medan perang dan tidak pula patut bagi mereka untuk tidak mencintai Rasulullah saw. karena lebih mencintai diri sendiri. Bila mereka tidak ikut ke medan perang dan hanya tinggal di rumah, ini berarti mereka tidak bersedia menahan bermacam-macam penderitaan untuk membela agama Allah, mereka tidak merasakan haus, payah dan lapar, dan tidak pula menginjak daerah yang dipertahankan oleh orang-orang kafir, dan tidak pula ikut menimpakan suatu bencana kepada musuh sebagai yang dirasakan dan dilaksanakan oleh orang-orang yang ikut berperang. Padahal jika mereka mengalami dan melaksanakan hal-hal tersebut niscaya akan dituliskan bagi mereka di sisi Allah sebagai amal saleh setiap kali mereka mengalami dan melaksanakannya, dan akan diberi ganjaran yang amat besar sebagai yang dilakukan terhadap orang-orang yang ikut berperang bersama Rasulullah. Setiap kebajikan yang dilakukan oleh orang-orang mukmin baik yang berupa pengorbanan lahir maupun batin tidak akan disia-siakan Allah, apalagi kebajikan untuk membela agama-Nya.
Orang-orang yang tinggal di rumah tanpa alasan-alasan yang dibenarkan Allah, sesungguhnya hanya orang-orang yang mementingkan diri sendiri, tidak bersedia memberikan pengorbanan dan penderitaan untuk kepentingan bersama, dan untuk membela agama Allah. Padahal kenikmatan yang mereka peroleh dalam rumah tangga mereka adalah semata-mata karunia dan rahmat dari Allah swt.
Kesetiaan dan ketaatan Rasulullah haruslah dilakukan dalam segala situasi dan keadaan, baik pada waktu suka maupun pada saat duka dan bahaya, yang memerlukan pengorbanan atas kesenangan diri, kenikmatan hidup, harta benda dan jiwa raga. Sebab itu bila datang suatu bahaya yang mengancam kepentingan bersama, kehormatan bangsa dan agama, maka setiap orang mukmin harus bangkit berjuang bersama-sama, tanpa memperhitungkan laba rugi bagi diri sendiri. Ini adalah lebih mulia daripada yang hidup dalam kemewahan, tetapi kehilangan kehormatan diri, agama bangsa dan tanah airnya.
Allah swt. tidak menyia-nyiakan setiap amal kebajikan dan pengorbanan yang diberikan oleh setiap orang mukmin. Ganjaran pahala yang amat besar disediakan-Nya untuk orang-orang mukmin yang telah berjuang bersama Rasulullah, dan selanjutnya untuk orang-orang mukmin yang berjuang di jalan Allah sesudah Rasulullah hingga hari kiamat kelak. Balasan setiap kebajikan adalah kebajikan pula. Inilah ketentuan dari Allah swt.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 120
مَا كَانَ لِأَهْلِ الْمَدِينَةِ وَمَنْ حَوْلَهُمْ مِنَ الْأَعْرَابِ أَنْ يَتَخَلَّفُوا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ وَلَا يَرْغَبُوا بِأَنْفُسِهِمْ عَنْ نَفْسِهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ لَا يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ وَلَا نَصَبٌ وَلَا مَخْمَصَةٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَطَئُونَ مَوْطِئًا يَغِيظُ الْكُفَّارَ وَلَا يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلًا إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ بِهِ عَمَلٌ صَالِحٌ إِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ (120)
(Tidaklah patut bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab badui yang berdiam di sekitarnya tidak turut menyertai Rasulullah) bilamana beliau pergi berperang (dan tidak patut pula bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul) yaitu dengan cara mendahulukan kepentingan apa yang menjadi keridaannya daripada kemaslahatan diri sendiri di dalam menghadapi saat-saat yang sulit. Ungkapan ayat ini merupakan nahi atau larangan, akan tetapi diungkapkan dalam bentuk kalimat khabar atau kalimat berita. (Yang demikian itu) yaitu larangan untuk tidak pergi bersama Rasulullah ke medan perang (ialah karena mereka) disebabkan (tidak ditimpa kehausan) rasa dahaga (kepayahan) keletihan (dan kelaparan) yakni rasa lapar (pada jalan Allah dan tidak pula menginjak suatu tempat) lafal mauthi'an adalah mashdar akan tetapi maknanya sama dengan lafal wath'an (yang membangkitkan amarah) artinya yang membuat marah (orang-orang kafir dan tidak menimpakan kepada musuh) Allah (sesuatu bencana) membunuh, menawan atau membegal musuh (melainkan dituliskan bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh) dimaksud supaya mereka mau melaksanakan hal tersebut. (Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik) pahala mereka tidak akan disia-siakan-Nya, bahkan Dia akan memberi mereka pahala.



Sumber : http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=6&SuratKe=9
 

Be Better Than Before Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates